Saksi terlapor dugaan kasus penistaan agama tersebut mengaku mendapat 20 pertanyaan dan dua pertanyaan tambahan. Kepada penyidik Direktorat Resor Kriminal Khusus, dirinya diminta menjelaskan pernyataan yang menyebutkan 'Kitab Suci Itu Fiksi' dalam acara Indonesian Lawyer Club (ILC) di TvOne pada 10 April 2019 lalu.
Kepada penyidik, Rocky mengaku berulang kali menjelaskan istilah fiksi yang dimaksudnya saat mengisi sebagai salah satu pembicara di ILC. Ia pun menilai jika pelapor yakni Sekjen Cyber Indonesia, Jack Boyd Lapian itu gagal paham membedakan istilah fiksi dengan fiktif.
"Rupanya si pelapor itu gagal paham membedakan antara fiksi dan fiktif. Padahal fiksi berkali kali saya terangkan, bahkan secara sangat jelas di situ, bahwa fiksi adalah suatu energi untuk mengaktifkan imajinasi. Dan itu penting dan baik. Beda dengan fiktif yang cenderung mengada-ngada, itu intinya," terang Rocky usai keluar dari ruangan penyidik.
Rocky pun menjelaskan kepada penyidik bahwa dirinya merupakan seorang peneliti dan pengajar yang kerap memakai kalimat itu sebagai konsep atau metode yang biasa disebut sebagai silogisme.
Sehingga, menurutnya, untuk permasalahan kasusnya itu seharusnya disidangkan melalui seminar, bukan dilaporkan di ranah kepolisian.
"Itu satu kasus yang harusnya harus disidangkan di ruang seminar gitu. Bukan dilaporkan oleh yang bersangkutan. Ya, yang bersangkutan pasti kekurangan pengetahuan tentang konsep-konsep dasar. Jadi, itu intinya," pungkas Rocky.
Diketahui, pengamat politik itu memasuki ruangan penyidik Ditreskrimsus pukul 15.55 WIB. Selama 6 jam lebih, Rocky akhirnya menjawab semua pertanyaan penyidik.
Untuk diketahui, pemanggilan Rocky atas laporan yang diterima polisi dengan nomor laporan LP/512/IV/2018/Bareskrim. Laporan tersebut dibuat oleh Sekjen Cyber Indonesia, Jack Boyd Lapian pada 16 April 2018. Rocky disangkakan melanggar Pasal 156a KUHP oleh pelapor.
Post a Comment
Post a Comment