PANDEGLANG, Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang menetapkan tiga Pj Kepala desa sebagai tersangka tindak pidana korupsi. Mereka terbukti menyalahgunakan alokasi dana desa (ADD) dan dana desa (DD) tahun anggaran 2016.
Ketiga Pj Kades itu merupakan aparatur sipil negara (ASN) di lingkup Pemkab Pandeglang, seperti Pj Kades Pari Kecamatan Mandalwangi (AS), Pj Kades Sindangresmi Kecamatan Sindangresmi (DH), dan Pj Kades Ciandur Kecamatan Saketi (IS).
Kepala seksi Tindak Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Pandeglang Ario Wicaksono menerangkan, penetapan ketiga Pj tersebut dilakukan setelah Kejari melakukan pemeriksaan terhadap para kades yang diduga menyelewengkan dana bantuan dari pemerintah sejak awal tahun 2016.
�Setelah dilakukan penyelidikan lebih dalam dengan memintai keterangan dari berbagai pihak, akhirnya kami memutuskan bahwa ketiga Pj Kades itu sebagai tersangka,� katanya, Senin (15/7/2019).
Menurut Ario, modus para pelaku sebagian besar berkaitan dengan pemalsuan nota kosong untuk sejumlah kegiatan. Kemudian ada pula modus me-mark up pembiayaan sejumlah proyek. Mereka ditahan sementara 20 hari dan dititipkan di Rutan Klas IIB Pandeglang.
�Akibat tindakan mereka, negara mengalami kerugian lebih dari Rp 1 miliar. Kerugian negara akibat ulah Pj Kades Sindangresmi Kecamatan Sindangresmi mencapai Rp 471 juta. Lalu Pj Kades Ciandur Kecamatan Saketi, yang merugikan negara hingga Rp 416 juta. Sedangkan Pj Kades Pari Kecamatan Mandalwangi, tercatat merugikan negara senilai Rp 311 juta,� tuturnya.
Untuk itu, kata Ario, ketiganya didakwa dengan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tepatnya Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-undang Tipikor, subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-undang Tipikor. Mereka terancam kurungan penjara maksimal 20 tahun.
�Untuk itu, Kejari tidak akan pernah lelah untuk selalu mengingatkan kepada seluruh kades agar mengelola DD secara transparan, akuntabel dan dipertanggungjawabkan. Karena jika tiga hal prinsip tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, maka tidak menutup kemungkinan kades lain dapat terkena masalah yang sama atau diancam UU Tipikor,� ucapnya.
Sementara, tersangka IS (49) mantan Pj Kades Ciandur yang menjabat dari April 2016-April 2017 kepada wartawan mengaku, kasusnya terjadi karena ada intervensi mantan Kades Ciandur yang ingin ikut mengelola pemerintahan desa. Kemudian, kata dia, kasus tersebut bermula dari adanya laporan dari lawan politik kades terpilih pasca-Pilkades 2018.
�Ini terjadi karena adanya intevensi dari mantan kades yang masih ingin tetap ikut dalam pelaksanaan pemerintahan desa. Temuannya kekurangan volume paving block TPT, drainase, dan pengaspalan,� katanya.
Bahkan, kata dia, pihaknya sudah menuangkan seluruh kronologis kasusnya ke dalam berita acara pemeriksaan (BAP) pada jaksa penyidik. Kronologis itu seperti aliran dana, termasuk bukti kuitansi serah terima uang.
�Kebetulan pada tahun 2017, Desa Ciandur menjadi sampel pemeriksaan Inspektorat. Padahal saat itu desa sedang menindaklanjuti temuan Inspektorat. Namun karena kasusnya ramai termasuk di media sosial dan didorong pelaporan, makanya masuk hingga ke Kejaksaan,� katanya.
Sementara itu Ketua Komisi I DPRD Pandeglang Habibi Arafat menyayangkan, dengan adanya penahanan tiga pj kades. Untuk itu, pihaknya mengimbau agar semua kades tidak melakukan pelanggaran dalam pengelolaan DD dan ADD.
�Kita juga prihatin dengan adanya kasus tersebut, tetapi itulah konsekuensinya apabila kades berani melakukan tindakan yang melanggar hukum. Mudah-mudahan ke depan tidak ada lagi kasus seperti itu,� ujarnya. (Kabar Banten)*
Post a Comment
Post a Comment