Makna Puasa; Hidup Itu Memberi dan Mencintai

Post a Comment


www.akademiknews.com - Never forget the three powerful resources you always have available to you: love, prayer, and forgiveness.  H. Jackson Brown. Jr

Bulan puasa ini banyak hal yang membahagiakan.  Masjid ramai dengan jamaah yang beribadah, banyak hidangan dikirim ke masjid untuk berbuka puasa.  Umat muslim saling berbagi atau memberi sedekah, membayar zakat, atau membagi rejeki untuk famili atau orang-orang yang membutuhkan.
Umat muslim berbagi demikian itu karena keimanan, dan ingin memperoleh predikat taqwa. Orang yang bertaqwa adalah mereka yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. (Ali Imron 134).   
Orang bertaqwa ini akan menemukan kebahagiaan dunia dan akhirat, karena telah menunjukkan rasa kasih sayangnya terhadap sesama.   Itu semua didasari oleh keimanan dan untuk keridhaan Allah semata.  Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Memberi atau berbagi harusnya tidak hanya di bulan puasa saja.  Semua orang bisa melakukannya kapan dan dimana saja.  Justru ini adalah ujian yang sesungguhnya bagi umat muslim, apakah Ramadhan ini memberi pengaruh bagi kehidupan, apakah makna puasa terimplementasi dalam kehidupan keseharian di sebelas bulan lainnya.
Teladan dalam hal memberi dan berbagi dapat mencontoh kehidupan Nabi Muhammad, para sahabat dan orang-orang mulia.  Namun teladan itu juga ditemukan dalam kehidupan orang tua dahulu, kakek nenek buyut pada jamannya juga suka memberi dan berbagi, orang sabar dan menjalin silaturahmi.
Saya punya nenek (sudah meninggal), seorang wanita tani sederhana.  Beliau bekerja membantu suami di ladang, dan mengurusi dapur seharian.  Nenek biasa menyisihkan makanan untuk diberikan kepada tetangga, itu setiap hari dilakukan.  Kalau panen padi atau palawaija, nenek selalu kirim hasil panen ke seluruh anak dan mantu.  Nenek selalu punya waktu untuk berkunjung atau silaturahmi ke tetangga atau famili yang punya hajat, sedang sakit atau terkena musibah.  
Saat para cucu berkumpul, sambil memijat kami satu per satu, nenek tidak terlewatkan untuk memberi cerita kepada kami, nasehat hidup, atau pesan kebaikan.  Pesannya sederhana dan dalam, yakni rajin belajar, patuh kepada orang tua dan bermanfaat untuk orang lain.  Suatu pesan yang mencerminkan keimanan, kejuangan dan kepasrahan hidup, mencerminkan dimensi individu, sosial dan transendental.
Saya yakin banyak pembaca punya pengalaman sejenis.  Betapa kakek nenek atau orang-orang tua jaman dahulu, yang kondisinya lebih miskin atau terbatas, infrastruktur desa yang berat, dan informasi tidak lengkap, mampu menjadi teladan yang arif dan bijaksana, meski pendidikannya mungkin tidak pernah kenal bangku sekolah.  Orang-orang tua dahulu punya ketaatan dan patuh luar biasa dalam hal menjaga kebaikan, menerapkan akhlak dan memaknai kehidupan. 
-----
Memaknai puasa dengan memberi dan berbagi, dapat dilakukan dalam konteks kekinian. 
Membahagiakan orang tua.  Ayah dan ibu sudah berkorban dan memberi banyak untuk kehidupan anak-anaknya.  Kini saatnya, kita anak-anaknya untuk memberi kebahagiaan kepada mereka.  Beri sesuatu agar orang tua bisa tersenyum dan bahagia.  Anak harus merubah sikapnya agar lebih berbakti kepada orang tua.  Orangtua menginginkan kelembutan anak-anaknya sebagaimana kelembutan yang sudah diberikan saat anaknya kecil.
Orang tua sebenarnya bisa membaca dan paham tentang kondisi anak-anaknya.  Ini karena anak itu belahan jiwanya.  Orang tua tahu dan bisa merasa, misalnya anak sakit, anaknya tidak disiplin, anaknya keras kepala, anaknya tidak punya teman, anaknya kikir, atau anaknya berperilaku buruk.   Momen bulan puasa ini, saatnya anak harus berubah menjadi baik dan berbakti kepada orang tua.
Dan Kami wasiatkan (perintahkan) kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah serta menyapihnya dalam dua tahun. Agar bersyukur kepada-Ku dan kepada kedua orangtua kalian. Hanya kepada-Ku lah kamu kembali. (Luqman: 14)
Belajar dan berjuang. Dalam kehidupan apapun saat ini,karakter memberi akan menciptakan pertumbuhan dan kemajuan.  Orang bisa memberi bila ia punya bekal pengetahuan, ketrampilan, atau pengalaman, yang didukung oleh kemauan.  Itu bisa terwujud bila seseorang terus belajar, meningkatkan kompetensi terus menerus.  Akumulasi kompetensi itu menghasilkan inovasi dan kemajuan bagi organisasi dan martabat kemanusiaan.  Kiranya momen puasa ini menciptakan orang-orang yang pembelajar kehidupan yang tangguh, dan siap memberi (transfer) pengetahuan dan manfaat bagi orang lain. 
Menjadi pribadi yang Santun  Puasa telah melatih pengendalian diri dan perasaan peduli, antara lain menahan lapar, mencegah amarah, dan memahami orang lain.  Puasa telah melahirkan cinta dan kasih dalam hubungan antar manusia.   Cinta yang didasari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.   Ia akan menjadi pribadi yang sejuk, yang selalu mencerahkan dan membahagiakan orang lain.
Cinta itu yang melahirkan pribadi-pribadi yang santun dan ikhlas dalam hubungan kemanusiaan.  Mereka akan selalu tersenyum dalam melayani orang lain, suka membantu kesulitan orang, mampu mengendalikan diri dari ketidak-adilan, atau sabar menghadapi cobaan hidup.  Ia tidak sampai hati berbicara kasar yang melukai perasaan orang lain, apalagi memprovokasi atau menebar kebencian. (Iwan Nugroho/Kompasiana)

Related Posts

Post a Comment